Terkait dengan penjelasan tersebut, bagaimanakah dalam pandangan fiqih tentang air liur yang meleleh ketika kita tidur, apakah najis sama seperti muntah, karena ada kemungkinan bersumber dari perut atau malah suci karena sesuai dengan hukum air liur pada umumnya.
Para ulama menjelaskan bahwa air liur yang meleleh ketika tidur hukumnya suci walaupun kuning dan berbau tidak sedap selama air liur itu idak keluar dari mai’ddah (perut). Kata kata “selama air liur itu tidak keluar dari mai’ddah (perut)” terbenar dalam dua penjelesan. Pertama, telah pasti air itu keluar dari tempat lain yang bukan ma’iddah.
Kedua, dia ragu apakah keluarnya dari ma’iddah ataupun dari tempat yang lain, tapi pada kasus ini yang lebih ihtiyaz membersihkanya. Bila telah diyakini bersumber dari ma'iddah maka air yang meleleh ketika tidur hukumnya adalah najis. Namun demikan walaupun telah dihukumi najis, bila keluarnya telah menjadi hal yang sering terjadi pada seseorang, Agama memberi kemudahan kepadanya, artinya air liur yang telah pasti keluar dari mai’ddah dianggap najis yang dimaafkan.
Syeh Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya Fath al-Mu’in mengatakan:
وماء سائل من فم نائم، ولو نتنا أو أصفر، ما لم يتحقق أنه من معدة، إلا ممن ابتلي به فيعفى عنه وإن كثر.
Kesimpulan:
- Bila telah yakin keluarnya bukan dari ma’iddah, maka hukumnya suci.
- Ragu-ragu apakah keluar dari ma’iddah atau bukan, hukumnya suci. Namun yang lebih ihtiyaz menyucikannya.
- Yakin dari ma’iddah maka hukumnya najis dan dima’afkan bila telah sering terjadi.
Referensi: Kitab Fath al-Mu’in dalam Hasyiah I'anah al-Thalibin Juz. 1 Hal. 85.
Wallahu a’lam bisshawab
Sumber : lbm.mudimesra.com
0 komentar:
Post a Comment